JELAJAH -- Desa Lamalera, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, memiliki sebuah festival yang sangat unik dan terbilang mengerikan. Bila dikota lain ada festival gerebeg mulud, karnaval batik solo, festival kesenian bali dan masih banyak lagi, festival yang dimiliki desa Lamalera justru berburu paus. Walaupun dari namanya sudah terbayang bagaimana festival itu akan berlangsung, namun festival itu menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan untuk menyaksikan perburuan paus oleh nelayan Lamalera.
Para nelayan Lamalera hanya bermodalkan peladang (perahu kayu tradisional) sebagai sarana perburuan, serta sebuah tempuling atau tombak untuk menikam ikan paus. Tidak heran dalam berburu paus para pemburu harus pergi sampai ketengah samudra untuk mencari puas buruannya.
Pembagian daging paus hasil buruan juga merupakan pemandangan yang menarik bagi para wisatawan. Pembagian daging paus merupakan tradisi turun-temurun yang ditaati oleh semua orang Lamalera, sehingga dipastikan tidak ada rebutan saat daging itu dipotong. Intinya, pihak yang memiliki keterkaitan dengan Desa Lamalera, dengan perahu yang mendapatkan paus, akan mendapatkan haknya.
Tradisi perburuan paus yang dilakukan oleh nelayan lamalera sudah terjadi sejak ratusan tahun yang lalu dan masih dilakukan hingga sekarang. Festival perburuan paus ini berlangsung dari bulan Mei hingga bulan Oktober.
Namun festival perburuan paus kini terancam hilang karena pemerintah Indonesia, atas usul Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur, menetapkan Laut Sawu sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional. Tujuannya untuk melindungi beberapa biota dari kepunahan, seperti paus, dan penyu. Hal inilah yang menjadi sebuah dilema besar antara melestarikan tradisi dan melestarikan alam.
Bagaimana pendapat para penjelah?
Penulis : Galih Nugroho
Editor : Risky Candra
0 komentar:
Posting Komentar